Marga Aha Hamu?

Tuesday, April 26, 2011

Suatu hari saya pergi ke warung untuk membeli beberapa sachet kopi. Jaraknya tidak jauh dari kostan saya. Karena ibu si pemilik warung sedang asik berbicara dengan pembeli lainnya, saya ambil sendiri dari gantungan sachet warung tersebut. Tidak sengaja mendengar percakapan mereka, ternyata mereka berbicara menggunakan bahasa Batak. Bah, orang batak ternyata pemilik warung ini, pikirku. Selesai mengambil beberapa sachet, saya menanyakan harga-nya.

"Berapa semua, Namboru?", sambil menunjukkan barang yang hendak saya beli. Saya menggunakan sapaan namboru karena mendengar percakapan mereka dalam bahasa Batak tadi.

Tak saya sangka, pemilik warung dan juga temen bicaranya langsung memandang saya tajam, seolah terkejut dengan apa yang saya katakan. Eh, saya pun langsung sedikit bingung, apa ada yang salah dengan perkataan ku?
Kemudian si pemilik warung bertanya kepada saya marga dan boru mama. Ya saya jawab saja.

Sampai di kost, saya berpikir sejenak, kenapa tadi ya, kok aneh?

Saya sadar, ini Jakarta. Mungkin pemilik warung itu sedikit terkejut aja ketika di panggil namboru. Saya orang baru di sini, tetapi manggil namboru. Lantas jadi di tanya-tanya mengenai marga. Lagian juga, mereka kurang terbiasa kali di panggil namboru oleh pembeli mereka.

Tapi kalau di Laguboti atau Medan, sepertinya panggilan namboru kepada ibu pemilik warung (yang orang Batak tentunya) sudah biasa. Gak ada pake di interogasi segala. Hehe.

Jadi kalau di Jakarta ini manggil apa-nya tahe kalau mau beli sesama orang Batak? Ibu? Mbak?

0 komentar:

Post a Comment

 
Batak Perantau © 2011